RSS

Sabtu, 07 Januari 2012

PENGENDALIAN SOSIAL

PENGENDALIAN SOSIAL
A.    PENGERTIAN
Pengendalian sosial adalah segenap cara dan proses yang ditempuh sekelompok orang atau masyarakat, sehingga para anggotanya dapat bertindak sesuai dengan harapan kelompok atau masyarakat.
Pengendalian sosial berkaitan erat dengan norma dan nilai sosial. Bagi anggota msayarakat, norma sosial mengandung harapan yang dijadikan sebagai pedoman untuk berperilaku. Namun, masih ada  sebagian kecil dari warga masyarakat yang menyimpang dari norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku. Pengendalian sosial merupakan mekanisme untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan mengarahkan anggota masyarakat untuk bertindak menurut norma dan nilai yang telah melembaga.
Pengendalian sosial sangat sangat pentng dalam kehidupan bermasyarakat. Apabila pengendalian sosial tidak diterpakan, akan mudah terjadi penyimpangan sosial dan tindakan amoral lainnya. Pengendalian sosial bertujuan untuk keserasian antara stabilitas dan perubahan-erubahan yang terjadi dalam masyarakat. Pengendalian sosial berbeda dengan pengendalian diri. Pengendalian sosial mengacu pada usaha untuk mengendalikan pihak lain, sedangkan pengendalian diri tertuju pada diri pribadi sesuai dengan ide atau tujuan tertentu, yang detetapkan sebelumnya.

B.     CARA- CARA PENGENDALIAN SOSIAL
Jenis pengendalian sosial dengan kekerasan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
1.      Kompolsif (compulsion), yaitu situasi yang diciptakan sedemikian rupa sehingga seseorang terpaksa taat dan patuh pada norma- norma. Misalnya, seseorang yang melakukan tindakan criminal akan mendapatkan hukuman penjara.
2.      Pervasi (pervasion), yaitu penanaman norma- norma yang ada secara rutun dengan harapan bahwa hal itu dapat membudaya. Dengan demikian, orang tersebut akan mengubah sikapnya. Misalnya, bimbingan yang dilakukan secara rutin akan menghasilkan perubahan sikap sesuai dengan norma yang belaku.
Pengendalian sosial dapat dilaksanakan melalui cara berikut ini
1.      Sosialisasi
·         Dilakukan agar anggota masyarakat bertingkah laku seperti yang diharapkan tanpa paksaan. Usaha penanaman pengertian tentang nilai dan dan norma kepada anggota masyarakat deberikan melalui jalur formal dan informal secara rutin.
2.      Tekanan sosial
·         Perlu dilakukan agar masyarakat sadar dan mau menyesuaikan diri dengan aturan kelompok tersebut.
3.      Kekuatan dan kekuasaan dalam bentuk peraturan hukum dan hukuman formal
·         Hal ini dilakukan jika cara sosialisasi dan tekanan sosial gagal dilakukan.

Cara- cara pengendalian sosial:
a.  Pengendalian sosial secara formal
1.      Pengendalian sosial melalui hukukman fisik
2.      Pengendalian sosial melalui lembaga pendidikan
3.      Pengendalian sosial melalui ajaran agama
b.      Pengendalian sosial secara informal
1.      Desas-desus (gossip)
2.      Pengucilan
3.      Celaan
4.      Ejekan


C.     FUNGSI PENGENDALIAN SOSIAL
Secara khusus fungsi pengendalian sosial adalah sebagai berikut.
a.       Untuk meyakinkan masyarakat kebaikan norma. Usaha itu ditempuh melalui pendidikan, baik didalam keluarga (informal), sekolah (formal), maupun didalam masyarakat (non formal). Pendidikan keluarga merupakan cara paling utama untuk menanamkan benih-benih dasar keyakinan terhadap norma bagi diri anak, terutama bagi anak yang masih kecil.
b.      Untuk mempertebal kebaikan norma. Hal tersebut dilakukan dengan cara mempengaruhi alam pikiran seseorang dengan dongeng- dongeng yang berisi norma atau cerita tokoh atau pahlawan pejuang yang memiliki nilai- nilai terpuji.
c.       Untuk mempertebal keyakinan norma-norma masyarakat. Hal itu dapat dilakukan dengan membandingkan kelebihan orma tertentu dengan masyarakat lain.
d.      Memberikan rasa malu
e.       Memberikan imbalan kepada warga
f.       Mengembangkan rasa takut
g.      Menciptakan sistem hukum


D.    SIFAT –SIFAT PENGENDALIAN SOSIAL
1.      Pengendalian resmi
Ø  Suatu pengawasan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga resmi, misalnya lembaga negara atau lembaga agama.
2.      Pengendalian tidak resmi
Ø  Pengendalian tidak resmi ini dilakukan demi terpeliharanya peraturan yang tidak resmi milik masyarakat.
3.      Pengendalian institusional
Ø  Pengaruh dari suatu pola kebudayaan yang dimiliki institusi (lembaga) tertentu.
4.      Pengendalian berpribadi
Ø  Pengaruh baik atau buruk yang datang dari orang-orang terntentu. Artinya, tokoh yang berpengaruh  tersebut sudah dikenal.

Dua sifat umum pengendalian sosial :
a.       Preventif
Semua bentuk pencegahan terhadap terjadinya gangguan-gangguan kepada keserasian antara kepastian dan keadilan. Contoh: razia SIM,ibu mengingatkan agar putrinya tidak pulang larut malam, guru menegur siswanya ketika tidak mengerjakan tugas.

b.      Represif
Pengendalian sosial yang bertujuan untuk mengembelikan keserasian yang pernah terganggu karena terjadinya suatu pelanggaran. Contoh: denda terhadap pelaku pelanggaran, menskors siswa.


RPP ( Pengendalian Sosial)

RENCANA  PELAKSANAAN  PEMBELAJARAN


            Satuan Pendidikan                :           SMA N 1  Slawi
Kelas                                       :           X
Semester                                 :           Genap
Mata Pelajaran                      :           Sosiologi
Jumlah Pertemuan                :           1x pertemuan

A. Standar Kompetensi
Menerapkan nilai dan norma dalam proses pengembangan sosial

B. Kompetensi Dasar
Menjelaskan sosialisasi sebuah proses dalam pembentukan kepribadian.

C. Indikator
1. Mendeskripsikan definisi pengendalian sosial
2. Menjelaskan fungsi dari pengendalian sosial
3. Mengidentifikasi jenis pengendalian sosial
4. Menjelaskan sifat dari pengendalian sosial
5. Mendeskripsikan berbagai cara pengendalian sosial

D. Tujuan Pembelajaran
Setelah proses pembelajaran, siswa diharapakan dapat :
1.   Mendeskripsikan dengan kata-kata sendiri pengertian pengendalian sosial melalui tanya jawab
2.   Mendeskripsikan cara pengendalian sosial melalui tanya jawab
3.   Menjelaskan fungsi dan sifat pengendalian sosial melalui diskusi
4.   Mengidentifikasi jenis penhendalian sosial
5.   Memberikan opini atau ulasan tentang tidak adanya peran lembaga pengendalian sosial



E. Materi Pembelajaran
1. Definisi pengendalian sosial
2. Fungsi pengendalian sosial
3. Jenis pengendalian sosial
4. Sifat pengendalian sosial
5. Cara pengendalian sosial

F. Alokasi Waktu : 2 X 45 menit

G. Model Pembelajaran : role playing
  • Langkah-langkah :
  1. Guru menyiapkan skenario yang akan ditampilkan
  2. Guru menugasi beberapa siswa untuk mempelajari skenario dua hari sebelumnya
  3. Guru membentuk kelompok dengan anggota 5 orang dan menjelaskan kompetensi yang akan dicapai
  4. Siswa yang diberi peran sesuai skenario diminta memperagakan skenario
  5. Siswa dalam kelompok mengamati skenario yang diperagakan
  6. Selesai pementasan, kelompok membahas lembar kerja
  7. Tiap kelompok menyampaikan lembar kerjanya
  8. simpulan

H. Kegiatan Pembelajaran
No.

Kegiatan Pembelajaran

sAlokasi Waktu
1.
Pendahuluan
·                                                Apersepsi : Guru mempersiapkan kelas untuk pembelajaran, mengumpulkan tugas, dan absensi. Menanyakan tentang beberapa hal yang berhubungan dengan penyimpangan sosial.
·                                                Motivasi  :            Guru memberi penjelasan tentang tujuan dan kegunaan  mempelajari pengendalian sosial.
  • Menyampaikan kompetensi (Tujuan) yang akan dicapai
  • Menyampaikan cakupan materi

10 menit
2.
Kegiatan Inti
·         Siswa mendengar penjelasan dari guru tentang inti materi pengendalian sosial.
·         Elaborasi, dengan cara berdiskusi dengan teman sebelahnya mengenai materi pengendalian sosial, dengan begitu siswa mampu menggali pengetahuan tentang pengertian, cara, fungsi, jenis, dan sifat pengendalian sosial yang  sebagian kecil telah disampaikan.
·         Siswa menyampaikan hasil diskusi dengan teman sebelahnya  di depan kelas, dan guru bertugas menjadi pemandu diskusi kelas.
·         Siswa mengerjakan tugas uji penguasaan materi.
·         Siswa dan guru membuat kesimpulan dari hasil diskusi.
65 menit
3.
Kegiatan Akhir
 a. Refleksi
  • Siswa dan guru membuat rangkuman tentang definisi, fungsi, jenis, sifat, dan cara pengendalian sosial. Kemudian  siswa mencatat beberapa hal yang penting tentang inti dari pengendalian sosial.
b. Penilaian
  • Guru memberi penilaian terhadap hasil diskusi dan tugas pribadi.
c. Penugasan
  • Guru memberi tugas kepada siswa untuk membuat tulisan atau seleberan yang berisi ajakan untuk mengatasi masalah-masalah sosial
15 menit






I. Metode Pembelajaran
1. Ceramah bervariasi
2. Diskusi
3. Tugas lapangan (observasi)
4. Pekerjaan Rumah (PR)

J. Media Pembelajaran
1. Papan tulis
2. Alat-alat tulis
3. LCD
4. Gambar- gambar

K. Sumber Bahan
1. Buku sosiologi SMA kelas X BUMI AKSARA halaman 115-122
2. Buku sosiologi SMA kelas X ERLANGGA halaman 168-178
3. Media massa seperti internet

L. Penilaian
1. Mengerjakan latihan Uji Penguasaan Materi
2. Diskusi kelompok




                                                                           Semarang,    14  Desember 2011
Mengetahui :                                                            Guru Mata Pelajaran,
Kepala Sekolah SMAN 1  Slawi

Drs.  Totok Rohana, M.Si.                                      Nabila Viendy Noviar Putri
NIP.                                                                            NIP. 3401409017



Jumat, 06 Januari 2012

PENYIMPANGAN SOSIAL

A. PERILAKU MENYIMPANG
Ada beberapa definisi penyimpangan sosial yang diajukan para sosiolog, antara lain :
1.      James Vander Zandar
Ø  Perilaku menyimpang merupakan perilaku yang dianggap sebagai hal tercela dan diluar batas-batas toleransi oleh sejumlah besar orang.
2.      Robert M.Z. Lawang
Ø  Perilaku menyimpang adalah Semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu system sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam system itu untuk memperbaiki perilaku tersebut.
3.      Bruce J. Cohen
Ø  Perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat.
4.      Paul B. Horton
Ø  Penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat.

            Dari definisi-definisi diatas, pengertian perilaku menyimpang dapat disederhanakan menjadi setiap perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma yang ada di dalam masyarakat. Perilaku seperti ini terjadi karena seseorang mengabaikan norma atau tidak memenuhi patokan baku dalam masyarakat sehingga sering dikaitkan dengan istilah-istilah negative.

B.     FAKTOR PENYEBAB
a.       Sudut pandang sosiologi
Proses interaksi sosial, interaksi nilai, dan control sosial, tidak selalu sempurna. Selalu ada hal-hal yang bisa mengakibatkan perilaku sosial seseorang tidak sesuai tuntutan masyarakat. Akibatnya, terjadilah perilaku menyimpang.
1)      Perilaku menyimpang karena sosialisasi.
Dalam sosialisasi, individu menyerap norma dan nilai, perilaku menyimpang disebabkan oleh adanya gangguan pada proses penyerapan dan pengamatan nilai-nilai tersebut. Seseorang biasanya menyerap nilai-nilai dan norma-norma dari beberapa orang yang cocok dengan dirinya saja. Akibatnya, jika ia banyak menyerap nilai-nilai atau norma yang tidak berlaku secara umum, ia akan cenderung berperilaku menyimpang. Terlebih jika sebagian besar teman-teman disekelilingnya adalah orang yang memiliki perilaku menyimpang, kemungkinan besar orang itu akan cenderung menyimpang.
Perilaku seseorang akan menyimpang, jika kada penyimpangan dalam dirinnya lebih besar daripada kadar perilakunya yang wajar atau perilaku yang umum yang diterima masyarakat.
Contoh :
Jika seseorang remaja bergauldengan teman-teman yang berpakaian kurang sopan di mata masyarakat, lambat laun ia akan terpengaruh melakukan hal serupa.
2)      Perilaku menyimpang karena anomie
Secara sederhana, anomie diartikan sebagai suatu keadaan dimasyarakat tanpa norma. Menurut Emile Durkheim, anomie adalah suatu situasi tanpa norma dan tanpa arah, sehingga tidak tercipta keselarasan antara kenyataan yang diharapkan dan kenyataan sosial yang ada. Ini terjadi pada masyarakat yang memiliki banyak norma dan nilai, tetapi nilai dan norma itu saling bertentangan. Yang terjadi adalah konflik nilai, bukan kesepakatan nilai. Masyarakat menjadi tidak mempunyai pegangan untuk menentukan arah perilaku masyarakat yang teratur. Gejala ini merupakan kenyataan dasar pada masyarakat modern.
Robert K. Merton menganggap anomie disebabkan adanya ketidak harmonisan antara tujuan budaya dengan cara-cara legal yang disepakati masyarakat untuk mencapai tujuan budaya tersebut. Penyimpangan sosial terjadi ketika orang melakukan cara tak legal untuk mencapai tujuan budaya berdasarka lokasi penelitian Merton, yaitu Amerika Serikat, tujuan budaya yang dimaksud adalah mencapai kekayaan.
Menurut Merton ada 5 cara untuk mencapai tujuan budaya ini
a)      Konformitas, yaitu sikap menerima tujuan budaya yang telah disepakati masyarakat dan berusaha mencapai tujuan tersebut juga dengan cara-cara yang legal dan disepakati masyarakat.
Contoh :
Seseorang yang ingin kaya berusaha untuk mewujudkan dengan cara meraih pendidikan tinggi serta bekerja secara keras dan halal.
b)      Inovasi, yaitu sikap menerima tujuan budaya yang telah disepakati namun menolak untuk memakai cara-cara legal dan telah disepakati guna mencapainya, biasanya cara ini dipakai oleh mereka yang memiliki keterbatasan untuk mencapai tujuan budaya dengan cara-cara legal.
Contoh :
Seseorang ingin menjadi kaya, namun posisinya dikantor tidak memungkinkan untuk mendapatkan gaji besar. Akibatnya , ia memilih jalan pintas dengan melakukan korupsi agar menjadi kaya.
c)      Ritualisme, yaitu sikap menolak tujuan budaya namu tetap mempergunakan cara-cara yang legal dan telah disepakati untuk mencapai tujuan.
Contoh :
Seseorang yang berkeja bukan untuk memperoleh kekayaan melainkan hanya sekedar untuk memperoleh rasa aman semata.
d)     Retratisme, yaitu merupakan sikap menolak tujuan budaya dan cara-cara legal yang telah disepakati masyarakat untuk mencapainya sebagai solusi, pelakunya memilih untuk berhenti maju dan mencoba.
Contoh :
Para peminum alcohol dan pemakai narkoba yang seolah-seolah berupaya untuk melarikan diri dari masyarakat dan lingkungannya.
e)      Pemberontakan, yaitu sikap menolak tujuan budaya dan cara-cara legal untuk mencapainya, lalu mencoba untuk menciptakantujuan budaya yang baru.   
Contoh :
Kaum pemberontakan yang mencoba untuk memperjuangkan suatu ideologi dengan gigih melalui perlawanan bersenjata.

3)      Perilaku menyimpang karena differential association
Menurut Edwin H. Sutherland, pemyimpangan terjadi akibat adanya differential association atau asosiasi yang berbeda terhadap kejahatan. Semakin tinggi derajat interaksi dengan orang yang berperilaku menyimpang, semakin tinggi pula kemungkinan seseorang belajar bertingkah laku yang menyimpang. Dderajat interaksi ini bergantung pada frekuensi, prioritas, durasi, dan intensitas.
Contoh :
Seorang anak yang tinggal di lingkungan pencopet akan memiliki kecenderungan yang tinggi untuk mempelajari cara-cara untuk melakukan pencopetan lewat teman-teman dan orang dewasa di lingkungannya dan pada akhirnya juga menjadi pelaku pencopetan.
4)      Perilaku menyimpang karena pemberian julukan (labeling)
Teori in menyebutkan bahwa perilaku menyimpang lahir karena adanya batasan (cap, julukan, sebutan) atas suatu perbuatan yang disebut menyimpang. Bila kita member cap terhadap seseorang sebagai orang yang menyimpang, maka cap tersebut akan mendorong orang itu berprilaku yang menyimpang. Pendapat ini dikemukakan Edwin H. Lemert.
Mulanya, seseorang melakukan tindak penyimpangan primer yang merupakan perilaku menyimpang awal. Akibatnya, lingkungan memberi lebel sesuai tindakan itu, misalnya “tukang palak”. Sebgai tanggapan atas pemberian lebel ini, orang tersebut tetap melakukan tindak penyimpangan. Masyarakat pun semakin keras memberikan lebel. Lalu, mulai timbul rasa antipasti pada mereka yang memberikan hukuman dan kadar perilaku menyimpang menjadi semakin berat. Pada akhirnya orang yang tersebut akan menyesuaikan diri dengan “peran” yang diberikan masyarakat
b.      Sudut pandang biologi
Sebagian besar ilmuan abad ke-19 berpandangan bahwa kebanyakan perilaku menyimpang disebabkan oleh faktor-faktor biologis, seperti tipe sel-sel tubuh. Sejumlah ilmuan seperti Lombroso, Kretschmer, Hooton, Von Henting, dan Sheldon melakukan berbagai studi yang menyatakan bahwa orang yang memiliki tipe tubuh tertentu lebih cenderung melakukan perbuatan menyimpang.
Sheldon mengidentifikasikan tipe tubuh menjadi tipe-tipe dasar : endomorph (bundar, halus, gemuk), mesomorph (berotot, atletis), ectomorph (tipis, kurus) yang kecenderungan memiliki sifat-sifat dan kepribadian masing-masing. Misalnya, para pecandu alcohol dan penjahat umumnya mempunyai tipe tubuh mosomorph.
Kriminolog Italia, Casare Lombroso, berpendapat bahwa orang jahat dicirikan dengan ukuran rahang dan tulang pipi panjang; kelainan pada mata yang khas; tangan-tangan; jari-jari kaki serta rahang relati besar; dan susunan gigi yang abnormal.
Para ahli ilmu sosial sangat meragukan kebenaran teori tipe tubuh. Meskipun ditunjang oleh berbagai bukti empiris, para kritikus menemukan sejumlah kesalahan metode penelitian sehingga ragu akan kebenarannya. Para ilmuwan lainnya menganggap faktor biologis secara relative tidak penting pengaruhnya terhadap penyimpangan perilaku.
c.       Sudut pandang pesikologi
Teori psikologi berpandangan bahwa penyakit mental dan gangguan kepribadian berkaitan erat dengan beberapa bentuk perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang seringkali dianggap sebagai suatu gejala penyakit mental. Ilmuwan yang terkenal dibidang ini adalah Sigmund Freud. Dia membagi diri menusia menjadi tiga bagian penting sebagai berikut.
·         Id,bagian diri ysng bersifat tidak sadar, naluriah, dan implusif (mudah terpengaruh oleh gerak hati)
·         Ego, bagian diri yang bersifat sadar dan rasional (penjaga pintu kepribadian)
·         Superego, bagian diri yang telah menyerap nilai-nilai kultural dan berfungsi sebagai suara hati.
Menurut Freud, perilaku menyimpang terjadi apabila id yang berlebihan (tidak terkontrol0 muncul bersamaan dengan superego yang tidak aktif, sementara dalam waktu yang sama ego yang seharusnya dominan tidak berhasil memberikan pertimbangan.
d.      Sudut pandang kriminoligi
1)      Teori konflik
Dalam teori ini terdapat dua macam konflik, yaitu sebagai berikut.
a)      Konflik budaya, terjadi apabila dalam suatu masyarakat terdapat sejumlah kebudayaan khusus yang masing-masing cenderung tertutup sehingga mengurangi kemungklinan timbulnya kesepakatan nilai. Masing-masing kelompok menjadikan norma budayanya sebagai peraturan resmi. Akibatnya, orang-orang yang menganut budaya berbeda dianggap menyimpang. Berbagai norma yang saling bertentangan yang bersumber dari kebudayaan khusus yang berbeda itu akan menciptakan kondisi anomie. Pada masyarakat seperti ini, kelompok minoritas harus bertentangan (berkonflik) dengan kelompok mayoritas karena mereka dipaksa meninggalkan kebudayaan yang telah mereka anut sebelumnya
b)      Konflik kelas sosial, terjadi akibat suatu kelompok menciptakan peraturan sendiri untuk melindungi kepentingannya. Pada kondisi ini, terjadi eksploitasi kelas atas terhadap kelas bawah. Mereka yang menentang hak-hak istimewa kelas atas dianggap mempunyai perilaku menyimpang sehingga dicap sebagai penjahat.
2)      Teori pengendalian
Kebanyakan orang menyesuaikan diri dengan nilai dominan karena adanya pengendalian diri dalam maupun dari luar. Pengendalian diri dalam berupa norma yang dihayati dab nilai yang dipelajari seseorang. Pengendalian dari luar berupa imbalan sosial terhadap konformitas dan sanksi hukuman terhadap tindakan penyimpangan. Dalam masyarakat konvensional, terdapat empat hal yang mengikat individu terhadap norma masyarakatnya.
a)      Kepercayaan, mengacu pada norma yang dihayati
b)      Ketanggapan, yakni sikap tanggap seseorang terhadap pendapat orang lain, berupa sejauh mana kepekaan seseorang terhadap kadar penerimaan orang konformis.
c)      Keterikatan (komitmen), berhubungan dengan berapa banyak imbalan yang diterima seseorang atas perilakunya yang konformis.
d)     Keterlibatan, mengacu pada kegiatan seseorang dalam berbagai lembaga masyarakat, seperti majelis ta’lim, sekolah dan organisasi-organisasi setempat.
Semakin tinggi tingkat kesadaran seseorang akan salah satu pengikut tersebut, semakin kecil pula kemungkinan baginya untuk melakukan penyimpangan.

C. Perilaku menyimpang sebagai akibat proses sosialisasi yang tidak sempurna.
Proses sosialisai yang tidak sempurna dapat timbul karena :
a)      Nilai dan norma yang dipelajari tidak mengena dan kurang dapat dipahami dalam proses sosialisasi, sehingga seseorang tidak memperhitungkan resiko yang terjadi.
Hal ini harus dimotori oleh orang-orang dewasa dalam berperan yang ideal. Orang tua maupun guru dapat berperan sebagai tauladan, sehingga anak-anak kelak dapat mencontoh apa yang telah dilakukan oleh seniornya. Beberapa hal yang merupakan penentu dalam sosialisasi ini antara lain:
1)      Peranan orang dewasa
Ø  Peranan orang dewasa yang gagal dalam mengakomodasikan sesuatu yang baik untuk kelancaran proses sosialisasi generasi muda tentunya akan berdampak negatif bagi pembentukan kepribadian seseorang yakni munculnya perilaku menyimpang dalam interaksi sosial.
2)      Peranan situasi lingkungan
Ø  Situasai lingkungan yang dimaksudkan adalah lingkungan keluarga, teman sepermainan, lingkungan kerja, lingkungan sekolah, dan media massa. Apabila dalam situasi lingkungan tersebut seorang individu tidak memperoleh kesempatan untuk melakukan proses sosialisasi secara efektif dan tidak mempunyai kesempatan untuk mengaktualisasikan, maka cenderung seseorang individu itu tidak dapat melakukan proses sosialisasi yang sempurna. Hal ini akan memberikan kesempatan kepada anak proses untuk melakukan perilaku menyimpang.
·         Misalnya : anak yang selalu dikekang, diperlakukan tidak adil, kurang perhatian kasih sayang dia dan berusaha berontak, melawan dan melanggar norma.
3)      Peranan kesempatan sosialisasi
Ø  Apabila individu tidak mempunyai kesempatan dalam melakukan sosialisasi secara sempurna, baik di keluarga, sekolah ataupun lingkungan masyarakat, maka individu itu cenderung mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dengan masyarakat dan lingkungannya.
·         Misalnya : anak yang tidak memiliki kesempatan sekolah, maka dia tidak dapat mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan.

b)      Tidak sempurnanya proses sosialisasi dalam keluarga.
Sebuah keluarga yang sudah pincang, artinya salah satu dari orang tua sudah tidak ada, atau bahkan kedua orang tua telah meninggal, maka keluarga itu menjadi tidak lengkap. Secara ideal keluarga itu harus ada ayah, ibu dan anak. Kasih saying dari orang tua bisa kita dapatkan dari ayah atau ibu. Namun mana kala satu dari mereka atau keduanya sedah meninggal atau bercerai maka hal ini tidak dapat kita peroleh lagi. Dengan demikian proses sosialisasi dalam keluarga menjadi tidak sempurna.

c)      Cacat bawaan, kurang gizi, gangguan mental atau kegoncangan jiwa.
Seorang anak yang menderita cacat badan dari lahir sudah barang tentu mengalami kesulitan dalam melakukan sosialisasi secara wajar. Kondisi yang demikian sangatlah tidaklah menguntungkan manakala dia akan bermain dengan anak-anak normal. Akhirnya dia tidak berani bermain dan berkumpul karena takut tidak diterima.

D.    Perilaku menyimpang sebagai akibat proses sosialisai nilai-nilai sub-kebudayaan menyimpang (deviant sub culture)
·         Sub-kebudayaan yang menyimpang merupakan bagian kebudayaan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai serta norma yang berlaku di masyarakat tertentu.
·         Misalnya pada masyarakat jawa : berbicara pada orang tua harus sopan, sementara dimasyarakat lain tidak masalah. Pada masyarakat Indonesia tidak menyukai minumman beralkohol, tetapi pada masyarakat yang berada di daerah berhawa dingin memperbolehkan. Di Indonesia kumpul kebo adalah hal yang tabu, namun di negara-negara barat ini tidak dilarang.
·         Oleh karena itu nilai-nilai sub-kebudayaan menyimpang merupakan produk dari Negara lain serta dari bangsa asing harus dihindari dan dijauhi karena akan berpengaruh terhadap proses pembentukan perilaku menyimpang dan warga masyarakat Indonesia.
·         Di masyarakat Indonesia yang Pancasilais dan ber-keTuhanan yang Maha Esa ada larangan untuk mengkonsumsi makanan tertentu karena diharamkan oleh agama. Inilah yang dimaksudkan sebagai sub-kebudayaan yang menyimpang.

S P I R I T

Dalam Hidup Ini Semua Ada Waktunya ,

Ada Waktu nya Kita Merasakan Kebahagiaan,

Ada Juga Saatnya Kita Merasakan Kekecewaan,,

Layaknya Kuncup Bunga Yang Ada Waktunya Untuk Mekar,

Begitupun Dalam Kehidupan Ini,Yang Semua nya Ada Waktu nya Untuk Menjadi Indah.