Jumat, 06 Januari 2012

PENYIMPANGAN SOSIAL

A. PERILAKU MENYIMPANG
Ada beberapa definisi penyimpangan sosial yang diajukan para sosiolog, antara lain :
1.      James Vander Zandar
Ø  Perilaku menyimpang merupakan perilaku yang dianggap sebagai hal tercela dan diluar batas-batas toleransi oleh sejumlah besar orang.
2.      Robert M.Z. Lawang
Ø  Perilaku menyimpang adalah Semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu system sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam system itu untuk memperbaiki perilaku tersebut.
3.      Bruce J. Cohen
Ø  Perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat.
4.      Paul B. Horton
Ø  Penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat.

            Dari definisi-definisi diatas, pengertian perilaku menyimpang dapat disederhanakan menjadi setiap perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma yang ada di dalam masyarakat. Perilaku seperti ini terjadi karena seseorang mengabaikan norma atau tidak memenuhi patokan baku dalam masyarakat sehingga sering dikaitkan dengan istilah-istilah negative.

B.     FAKTOR PENYEBAB
a.       Sudut pandang sosiologi
Proses interaksi sosial, interaksi nilai, dan control sosial, tidak selalu sempurna. Selalu ada hal-hal yang bisa mengakibatkan perilaku sosial seseorang tidak sesuai tuntutan masyarakat. Akibatnya, terjadilah perilaku menyimpang.
1)      Perilaku menyimpang karena sosialisasi.
Dalam sosialisasi, individu menyerap norma dan nilai, perilaku menyimpang disebabkan oleh adanya gangguan pada proses penyerapan dan pengamatan nilai-nilai tersebut. Seseorang biasanya menyerap nilai-nilai dan norma-norma dari beberapa orang yang cocok dengan dirinya saja. Akibatnya, jika ia banyak menyerap nilai-nilai atau norma yang tidak berlaku secara umum, ia akan cenderung berperilaku menyimpang. Terlebih jika sebagian besar teman-teman disekelilingnya adalah orang yang memiliki perilaku menyimpang, kemungkinan besar orang itu akan cenderung menyimpang.
Perilaku seseorang akan menyimpang, jika kada penyimpangan dalam dirinnya lebih besar daripada kadar perilakunya yang wajar atau perilaku yang umum yang diterima masyarakat.
Contoh :
Jika seseorang remaja bergauldengan teman-teman yang berpakaian kurang sopan di mata masyarakat, lambat laun ia akan terpengaruh melakukan hal serupa.
2)      Perilaku menyimpang karena anomie
Secara sederhana, anomie diartikan sebagai suatu keadaan dimasyarakat tanpa norma. Menurut Emile Durkheim, anomie adalah suatu situasi tanpa norma dan tanpa arah, sehingga tidak tercipta keselarasan antara kenyataan yang diharapkan dan kenyataan sosial yang ada. Ini terjadi pada masyarakat yang memiliki banyak norma dan nilai, tetapi nilai dan norma itu saling bertentangan. Yang terjadi adalah konflik nilai, bukan kesepakatan nilai. Masyarakat menjadi tidak mempunyai pegangan untuk menentukan arah perilaku masyarakat yang teratur. Gejala ini merupakan kenyataan dasar pada masyarakat modern.
Robert K. Merton menganggap anomie disebabkan adanya ketidak harmonisan antara tujuan budaya dengan cara-cara legal yang disepakati masyarakat untuk mencapai tujuan budaya tersebut. Penyimpangan sosial terjadi ketika orang melakukan cara tak legal untuk mencapai tujuan budaya berdasarka lokasi penelitian Merton, yaitu Amerika Serikat, tujuan budaya yang dimaksud adalah mencapai kekayaan.
Menurut Merton ada 5 cara untuk mencapai tujuan budaya ini
a)      Konformitas, yaitu sikap menerima tujuan budaya yang telah disepakati masyarakat dan berusaha mencapai tujuan tersebut juga dengan cara-cara yang legal dan disepakati masyarakat.
Contoh :
Seseorang yang ingin kaya berusaha untuk mewujudkan dengan cara meraih pendidikan tinggi serta bekerja secara keras dan halal.
b)      Inovasi, yaitu sikap menerima tujuan budaya yang telah disepakati namun menolak untuk memakai cara-cara legal dan telah disepakati guna mencapainya, biasanya cara ini dipakai oleh mereka yang memiliki keterbatasan untuk mencapai tujuan budaya dengan cara-cara legal.
Contoh :
Seseorang ingin menjadi kaya, namun posisinya dikantor tidak memungkinkan untuk mendapatkan gaji besar. Akibatnya , ia memilih jalan pintas dengan melakukan korupsi agar menjadi kaya.
c)      Ritualisme, yaitu sikap menolak tujuan budaya namu tetap mempergunakan cara-cara yang legal dan telah disepakati untuk mencapai tujuan.
Contoh :
Seseorang yang berkeja bukan untuk memperoleh kekayaan melainkan hanya sekedar untuk memperoleh rasa aman semata.
d)     Retratisme, yaitu merupakan sikap menolak tujuan budaya dan cara-cara legal yang telah disepakati masyarakat untuk mencapainya sebagai solusi, pelakunya memilih untuk berhenti maju dan mencoba.
Contoh :
Para peminum alcohol dan pemakai narkoba yang seolah-seolah berupaya untuk melarikan diri dari masyarakat dan lingkungannya.
e)      Pemberontakan, yaitu sikap menolak tujuan budaya dan cara-cara legal untuk mencapainya, lalu mencoba untuk menciptakantujuan budaya yang baru.   
Contoh :
Kaum pemberontakan yang mencoba untuk memperjuangkan suatu ideologi dengan gigih melalui perlawanan bersenjata.

3)      Perilaku menyimpang karena differential association
Menurut Edwin H. Sutherland, pemyimpangan terjadi akibat adanya differential association atau asosiasi yang berbeda terhadap kejahatan. Semakin tinggi derajat interaksi dengan orang yang berperilaku menyimpang, semakin tinggi pula kemungkinan seseorang belajar bertingkah laku yang menyimpang. Dderajat interaksi ini bergantung pada frekuensi, prioritas, durasi, dan intensitas.
Contoh :
Seorang anak yang tinggal di lingkungan pencopet akan memiliki kecenderungan yang tinggi untuk mempelajari cara-cara untuk melakukan pencopetan lewat teman-teman dan orang dewasa di lingkungannya dan pada akhirnya juga menjadi pelaku pencopetan.
4)      Perilaku menyimpang karena pemberian julukan (labeling)
Teori in menyebutkan bahwa perilaku menyimpang lahir karena adanya batasan (cap, julukan, sebutan) atas suatu perbuatan yang disebut menyimpang. Bila kita member cap terhadap seseorang sebagai orang yang menyimpang, maka cap tersebut akan mendorong orang itu berprilaku yang menyimpang. Pendapat ini dikemukakan Edwin H. Lemert.
Mulanya, seseorang melakukan tindak penyimpangan primer yang merupakan perilaku menyimpang awal. Akibatnya, lingkungan memberi lebel sesuai tindakan itu, misalnya “tukang palak”. Sebgai tanggapan atas pemberian lebel ini, orang tersebut tetap melakukan tindak penyimpangan. Masyarakat pun semakin keras memberikan lebel. Lalu, mulai timbul rasa antipasti pada mereka yang memberikan hukuman dan kadar perilaku menyimpang menjadi semakin berat. Pada akhirnya orang yang tersebut akan menyesuaikan diri dengan “peran” yang diberikan masyarakat
b.      Sudut pandang biologi
Sebagian besar ilmuan abad ke-19 berpandangan bahwa kebanyakan perilaku menyimpang disebabkan oleh faktor-faktor biologis, seperti tipe sel-sel tubuh. Sejumlah ilmuan seperti Lombroso, Kretschmer, Hooton, Von Henting, dan Sheldon melakukan berbagai studi yang menyatakan bahwa orang yang memiliki tipe tubuh tertentu lebih cenderung melakukan perbuatan menyimpang.
Sheldon mengidentifikasikan tipe tubuh menjadi tipe-tipe dasar : endomorph (bundar, halus, gemuk), mesomorph (berotot, atletis), ectomorph (tipis, kurus) yang kecenderungan memiliki sifat-sifat dan kepribadian masing-masing. Misalnya, para pecandu alcohol dan penjahat umumnya mempunyai tipe tubuh mosomorph.
Kriminolog Italia, Casare Lombroso, berpendapat bahwa orang jahat dicirikan dengan ukuran rahang dan tulang pipi panjang; kelainan pada mata yang khas; tangan-tangan; jari-jari kaki serta rahang relati besar; dan susunan gigi yang abnormal.
Para ahli ilmu sosial sangat meragukan kebenaran teori tipe tubuh. Meskipun ditunjang oleh berbagai bukti empiris, para kritikus menemukan sejumlah kesalahan metode penelitian sehingga ragu akan kebenarannya. Para ilmuwan lainnya menganggap faktor biologis secara relative tidak penting pengaruhnya terhadap penyimpangan perilaku.
c.       Sudut pandang pesikologi
Teori psikologi berpandangan bahwa penyakit mental dan gangguan kepribadian berkaitan erat dengan beberapa bentuk perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang seringkali dianggap sebagai suatu gejala penyakit mental. Ilmuwan yang terkenal dibidang ini adalah Sigmund Freud. Dia membagi diri menusia menjadi tiga bagian penting sebagai berikut.
·         Id,bagian diri ysng bersifat tidak sadar, naluriah, dan implusif (mudah terpengaruh oleh gerak hati)
·         Ego, bagian diri yang bersifat sadar dan rasional (penjaga pintu kepribadian)
·         Superego, bagian diri yang telah menyerap nilai-nilai kultural dan berfungsi sebagai suara hati.
Menurut Freud, perilaku menyimpang terjadi apabila id yang berlebihan (tidak terkontrol0 muncul bersamaan dengan superego yang tidak aktif, sementara dalam waktu yang sama ego yang seharusnya dominan tidak berhasil memberikan pertimbangan.
d.      Sudut pandang kriminoligi
1)      Teori konflik
Dalam teori ini terdapat dua macam konflik, yaitu sebagai berikut.
a)      Konflik budaya, terjadi apabila dalam suatu masyarakat terdapat sejumlah kebudayaan khusus yang masing-masing cenderung tertutup sehingga mengurangi kemungklinan timbulnya kesepakatan nilai. Masing-masing kelompok menjadikan norma budayanya sebagai peraturan resmi. Akibatnya, orang-orang yang menganut budaya berbeda dianggap menyimpang. Berbagai norma yang saling bertentangan yang bersumber dari kebudayaan khusus yang berbeda itu akan menciptakan kondisi anomie. Pada masyarakat seperti ini, kelompok minoritas harus bertentangan (berkonflik) dengan kelompok mayoritas karena mereka dipaksa meninggalkan kebudayaan yang telah mereka anut sebelumnya
b)      Konflik kelas sosial, terjadi akibat suatu kelompok menciptakan peraturan sendiri untuk melindungi kepentingannya. Pada kondisi ini, terjadi eksploitasi kelas atas terhadap kelas bawah. Mereka yang menentang hak-hak istimewa kelas atas dianggap mempunyai perilaku menyimpang sehingga dicap sebagai penjahat.
2)      Teori pengendalian
Kebanyakan orang menyesuaikan diri dengan nilai dominan karena adanya pengendalian diri dalam maupun dari luar. Pengendalian diri dalam berupa norma yang dihayati dab nilai yang dipelajari seseorang. Pengendalian dari luar berupa imbalan sosial terhadap konformitas dan sanksi hukuman terhadap tindakan penyimpangan. Dalam masyarakat konvensional, terdapat empat hal yang mengikat individu terhadap norma masyarakatnya.
a)      Kepercayaan, mengacu pada norma yang dihayati
b)      Ketanggapan, yakni sikap tanggap seseorang terhadap pendapat orang lain, berupa sejauh mana kepekaan seseorang terhadap kadar penerimaan orang konformis.
c)      Keterikatan (komitmen), berhubungan dengan berapa banyak imbalan yang diterima seseorang atas perilakunya yang konformis.
d)     Keterlibatan, mengacu pada kegiatan seseorang dalam berbagai lembaga masyarakat, seperti majelis ta’lim, sekolah dan organisasi-organisasi setempat.
Semakin tinggi tingkat kesadaran seseorang akan salah satu pengikut tersebut, semakin kecil pula kemungkinan baginya untuk melakukan penyimpangan.

C. Perilaku menyimpang sebagai akibat proses sosialisasi yang tidak sempurna.
Proses sosialisai yang tidak sempurna dapat timbul karena :
a)      Nilai dan norma yang dipelajari tidak mengena dan kurang dapat dipahami dalam proses sosialisasi, sehingga seseorang tidak memperhitungkan resiko yang terjadi.
Hal ini harus dimotori oleh orang-orang dewasa dalam berperan yang ideal. Orang tua maupun guru dapat berperan sebagai tauladan, sehingga anak-anak kelak dapat mencontoh apa yang telah dilakukan oleh seniornya. Beberapa hal yang merupakan penentu dalam sosialisasi ini antara lain:
1)      Peranan orang dewasa
Ø  Peranan orang dewasa yang gagal dalam mengakomodasikan sesuatu yang baik untuk kelancaran proses sosialisasi generasi muda tentunya akan berdampak negatif bagi pembentukan kepribadian seseorang yakni munculnya perilaku menyimpang dalam interaksi sosial.
2)      Peranan situasi lingkungan
Ø  Situasai lingkungan yang dimaksudkan adalah lingkungan keluarga, teman sepermainan, lingkungan kerja, lingkungan sekolah, dan media massa. Apabila dalam situasi lingkungan tersebut seorang individu tidak memperoleh kesempatan untuk melakukan proses sosialisasi secara efektif dan tidak mempunyai kesempatan untuk mengaktualisasikan, maka cenderung seseorang individu itu tidak dapat melakukan proses sosialisasi yang sempurna. Hal ini akan memberikan kesempatan kepada anak proses untuk melakukan perilaku menyimpang.
·         Misalnya : anak yang selalu dikekang, diperlakukan tidak adil, kurang perhatian kasih sayang dia dan berusaha berontak, melawan dan melanggar norma.
3)      Peranan kesempatan sosialisasi
Ø  Apabila individu tidak mempunyai kesempatan dalam melakukan sosialisasi secara sempurna, baik di keluarga, sekolah ataupun lingkungan masyarakat, maka individu itu cenderung mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dengan masyarakat dan lingkungannya.
·         Misalnya : anak yang tidak memiliki kesempatan sekolah, maka dia tidak dapat mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan.

b)      Tidak sempurnanya proses sosialisasi dalam keluarga.
Sebuah keluarga yang sudah pincang, artinya salah satu dari orang tua sudah tidak ada, atau bahkan kedua orang tua telah meninggal, maka keluarga itu menjadi tidak lengkap. Secara ideal keluarga itu harus ada ayah, ibu dan anak. Kasih saying dari orang tua bisa kita dapatkan dari ayah atau ibu. Namun mana kala satu dari mereka atau keduanya sedah meninggal atau bercerai maka hal ini tidak dapat kita peroleh lagi. Dengan demikian proses sosialisasi dalam keluarga menjadi tidak sempurna.

c)      Cacat bawaan, kurang gizi, gangguan mental atau kegoncangan jiwa.
Seorang anak yang menderita cacat badan dari lahir sudah barang tentu mengalami kesulitan dalam melakukan sosialisasi secara wajar. Kondisi yang demikian sangatlah tidaklah menguntungkan manakala dia akan bermain dengan anak-anak normal. Akhirnya dia tidak berani bermain dan berkumpul karena takut tidak diterima.

D.    Perilaku menyimpang sebagai akibat proses sosialisai nilai-nilai sub-kebudayaan menyimpang (deviant sub culture)
·         Sub-kebudayaan yang menyimpang merupakan bagian kebudayaan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai serta norma yang berlaku di masyarakat tertentu.
·         Misalnya pada masyarakat jawa : berbicara pada orang tua harus sopan, sementara dimasyarakat lain tidak masalah. Pada masyarakat Indonesia tidak menyukai minumman beralkohol, tetapi pada masyarakat yang berada di daerah berhawa dingin memperbolehkan. Di Indonesia kumpul kebo adalah hal yang tabu, namun di negara-negara barat ini tidak dilarang.
·         Oleh karena itu nilai-nilai sub-kebudayaan menyimpang merupakan produk dari Negara lain serta dari bangsa asing harus dihindari dan dijauhi karena akan berpengaruh terhadap proses pembentukan perilaku menyimpang dan warga masyarakat Indonesia.
·         Di masyarakat Indonesia yang Pancasilais dan ber-keTuhanan yang Maha Esa ada larangan untuk mengkonsumsi makanan tertentu karena diharamkan oleh agama. Inilah yang dimaksudkan sebagai sub-kebudayaan yang menyimpang.

0 komentar:

Posting Komentar

S P I R I T

Dalam Hidup Ini Semua Ada Waktunya ,

Ada Waktu nya Kita Merasakan Kebahagiaan,

Ada Juga Saatnya Kita Merasakan Kekecewaan,,

Layaknya Kuncup Bunga Yang Ada Waktunya Untuk Mekar,

Begitupun Dalam Kehidupan Ini,Yang Semua nya Ada Waktu nya Untuk Menjadi Indah.